Senin, 04 Februari 2013

Kota Depok ke wisata Cirebon, Pedati Gedhe

Pedati Gede Pekalangan, itulah nama dari pedati yang bisa jadi merupakan pedati atau kereta terbesar hingga saat ini di Indonesia bahkan bisa jadi di dunia. Kereta ini memang punya ukuran yang tak wajar yakni dengan panjang total 8,6 meter, tinggi 3,5 meter dan lebar 2,6 meter. Kereta ini berjalan di atas enam roda ukuran besar dengan diameter 2 meter dengan panjang jari-jari roda sepanjang 90 cm dan dua roda kecil yang berdiameter 1,5 meter dengan panjang jari-jari roda 70 cm. Tidak hanya besarnya ukuran yang membuat pedati ini begitu istimewa tapi juga teknologi yang terdapat dalam kereta itu dinilai oleh banyak pengamat sebagai kereta yang melampaui teknologi zamannya. Teknologi itu bisa dilihat dari terdapatnya semacam as terbuat dari kayu bulat berdiameter 15 cm yang menghubungkan antar roda melalui poros yang ada di tiap-tiap roda tersebut dengan pelumas dari getah pohon damar di tiap pertemuan antara roda tersebut dengan poros agar disamping pertemuan antara as dan porosnya tetap lancar juga membuat as tidak cepat aus
Satu hal lainnya yang mengundang decak kagum adalah sistem rangkaian dari Pedati Gede Pekalangan ini menggunakan sistem knock down layaknya kereta api hingga jika pada saat itu yang diangkut tak cukup hanya dengan menggunakan pedati ini maka digunakan pedati-pedati lainnya dengan cara mencangkolkan pedati tambahan itu dibelakangnya dan ditarik dengan tenaga kerbau bule yang diyakini memiliki tenaga di atas rata-rata kerbau biasa pada umumnya.

Jejak Trah Ki Ageng Mangir : Banjaran Pucung Basis Prajurit Intelejen Mataram di Batavia 1625 - 1629 ( Sebuah Ilustrasi )

Tour of Duty : Antara Cilangkap - Batavia Kota
Panembahan Juminah

Tour of Duty : Menuju Batavia

Gempur VOC
 Sebuah perjalanan menuju Mati atau Kemenangan ( Kisah Banjaran Pucung ) yang dikenal dengan Sedo Mukti ( Mati atau Jaya ), melibatkan pasukan Marinir Mataram yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso ( Bupati Pekalongan ) serta pasukan Infanteri, Kavaleri , Intelejen, Logistik dibawah pimpinan Panembahan Juminah, dibantu Adipati Ukur, Adipati Suro Agul Agul, Adipati Uposonto, Patih Singaranu, Tumenggung Purboyo, Perang Mataram - Batavia VOC diakhiri dengan terbunuhnya Yaan Pieters Zoen Coen gubernur Jendral ke IV, pendiri kota Batavia, pada dini hari tanggal 20 September 1629 oleh divisi khusus Intel Mataram dibawah pimpinan Bagus Wanabaya, Putra Ki Ageng Mangir. Sejak itu VOC tak lagi berani menginjakkan jejak kaki penjajahannya di bumi Mataram hingga wafatnya Sultan Agung di tahun 1645.





Prajurit Mataram

Ki Bagus Wanabaya, Komandan pasukan telik sandi Mataram di Batavia 1625 - 1629

Museum Fatahillah, bekas pusat pemerintahan VOC Belanda , disinilah kiprah pejuang telik sandi Mataram beroperasi di garis pertahanan lawan saat pasukan Mataram menyerbu bentang VOC 
Cucu langsung Panembahan Senopati dari Roro Pembayun dan Ki Ageng Mangir, Ki Bagus Wanabaya, Komandan pasukan sandi yuda Mataram di Batavia, bergerak dari Banjaran Pucung Cilangkap Tapos, Sindang Karsa, Kebayunan, Kranggan, Jatinegara, jantung kota benteng Batavia ditahun 1625 - 1629. Mempunyai kontak khusus dengan Jenderal jendral Mataram Tumenggung Bahurekso, Tumenggung Uposonto, Tumenggung Singaranu, Panembahan Juminah saat Mataram menggempur Batavia, trah Mangir pilihan yang lebih suka bekerja diam diam, subversif dan nyata hasilnya

Minggu, 03 Februari 2013

Kota Depok ke wisata Cirebon : Kisah Terpotongnya Rambut Syeikh Magelung Sakti dan Nyi Mas Gandasari

 Berbeda dengan anak-anak seusianya, Arifin Syam, yang namanya diambil dari kota tempatnya dibesarkan, negara Syam, tergolong bocah yang jenius, tak salah jika pada usia 7 tahun, di kalangan guru dan Para pendidiknya ia telah menyandang panggilan sebagai sufi cilik. Agaknya inilah yang menyebabkan kenapa di kala itu ia menjadi anak yang diperebutkan di kalangan guru besar di seluruh negara bagian Timur Tengah, bahkan di usia 11 tahun, ia telah mampu menempatkan posisinya sebagai pengajar termuda di berbagai tempat ternama, misalnya Madinah, Makkah, istana raja Mesir, Masjidil Agso, Palestina, dan berbagai tempat ternama lainnya. Walau begitu, ia banyak dihujat oleh ulama fukkoha, maklum, kian hari rambutnya kian memanjang tak terurus, sehingga dalam pandangan para ahlul fikokkha, Arifin Syam, terkesan bukan sebagai seorang pelajar sekaligus pengajar religius yang selalu mengedepankan tatakrama. Pelecehan dan hinaan yang kerap diterimanya, membuat Arifin Syam mengasingkan diri selama beberapa tahun di salah satu goa di daerah Haram, Mekah.