Menurut silsilah Joko Pragola alias Untung
adalah anak dari Raden
Panji Wanayasa , seorang keluarga bangsawan Mataram di Banjaran Pucung Tapos Depok
. Kakeknya bernama Bagus Wanabaya anak dari Ki Ageng Mangir Wanabaya
II dari istrinya Raden Roro Pembayun anak dari Panembahan
Senopati Mataram. Orang Jawa menyebut Panembahan Loring Pasar.
Ketika masih muda Panembahan
Senopati (Raja
Mataram ke II ) pernah membunuh pemberontak Demak Raden Arya Penangsang.
Untung seorang
pemuda berwajah tampan dan halus tutur katanya sebagaimana kebiasaan priyayi Mataram. Keluarganya adalah spion atau prajurit Mataram
yang sudah lama bertugas digaris belakang pertahanan VOC Belanda di Batavia , sebagai
salah satu letnan VOC Untung sudah sangat mengenal titik titik kelemahan kota
Batavia. Dia sangat pemberani namun berhati mulia,
sehingga selama di dalam kalangan
Batavia sangat disegani kawan-kawannya. Pada suatu
kesempatan Untung yang ditahan
karena berpacaran dengan Suzana putri bossnya kapten Moor, memimpin para narapidana melakukan perlawanan kepada penjaga penjara.
Penjara berhasil dijebol, berbagai senjata dirampas dan dibawa kabur. Kompeni
mengirimkan serdadu untuk menangkap mereka, tetapi upaya itu tidak membuahkan
hasil. Untung dan pengikutnya justru membunuh beberapa serdadu yang
mengejarnya. Kompeni semakin marah kepada Untung dan terus-menerus melakukan
pengejaran.
Di tengah
perjalanan perang di wilayah
Cimpaeun Tapos Depok Untung berhasil menemukan persembunyian pasukan Pangeran
Purbaya dan 2 istrinya yang bernama Raden Ayu Gusik Kusumo dan Ambo Mayangsari, melihat rekannya letnan Kueffler melecehkan
Ambo Mayangsari dan Gusik Kusuma Untung marah besar dan membunuh seluruh
peleton letnan Kueffler di daerah Tapos Depok , Untungpun membelot ke pihak
Pangeran Purbaya , mereka saling memperkenalkan diri serta
menceritakan riwayat masing-masing. Gusik Kusumo terpaksa minta pulang ke Mataram dengan
izin Pangeran
Purbaya karena suaminya akan menyerahkan diri kepada Belanda, wanita tersebut
tidak menyetujui niat suaminya. Sementara Untung menceritakan kalau
dirinya pasti akan menjadi buronan serdadu kompeni karena telah membunuh Kueffler bersama teman-temannya. Setelah saling
mengetahui riwayatnya, mereka menyatakan keinginannya bersatu untuk
melawan kompeni. Gusik Kusumo didampingi Untung dan
pengikutnya mencari perlindungan ke Kasultanan Cirebon untuk selanjutnya menuju ke Mataram, tanah leluhur
Untung, karena Sultan Cirebon masih mempunyai hubungan
keluarga dengannya. Setelah dipikir dengan matang, Untung menyambut baik ajakan
tersebut, mereka segera bergerak menuju Cirebon.
Sultan Cirebon
sangat gembira menerima kedatangan Untung
, Gusik Kusumo dan seluruh teman-temannya. Wanita itu
menceritakan semua peristiwa yang dialami, mulai dari kepergiannya meninggalkan
suami sampai pertemuannya dengan Untung. Kanjeng Sultan sangat prihatin akan
nasib keponakannya, tetapi beliau juga bangga. Meskipun seorang wanita, Gusik
Kusumo tidak gentar melawan kompeni. Sebagai ungkapan terima kasih kepada
Untung yang sudah mengawal keponakannya, Untung dianugerahi nama Suropati oleh
Sultan Cirebon, sehingga namanya menjadi Untung Suropati.
Beberapa saat
lamanya Untung tinggal di Cirebon, hingga pada suatu hari Kanjeng Sultan
menyarankan agar Untung meneruskan perjalanan ke Kartasura. Sultan khawatir
kompeni akan menyerang Cirebon, sementara kondisi kesultanan tidak memungkinkan
melakukan perlawanan. Cirebon adalah kerajaan yang hanya memiliki prajurit
dalam jumlah terbatas. Di Kartasura Untung akan mendapat pengayoman karena
Kartasura memiliki prajurit yang sangat besar. Ayah angkat Gusik Kusumo adalah
Patih Mangkubumi. Untung Suropati memahami hal itu, sebenarnya dia bersama
kawan-kawannya juga sudah berencana meninggalkan Kesultanan Cirebon. Mereka
terpaksa bertahan di Cirebon karena menunggu keputusan Gusik Kusumo.
Pada waktu yang
hampir bersamaan Gusik Kusumo mengutarakan niatnya untuk pulang ke Kartasura.
Sang Putri sudah sangat rindu kepada keluarganya di Mataram dan harus
secepatnya diberitahu kalau dirinya sudah meminta izin suaminya Pangeran Purbaya.
Pernikahannya dengan Purbaya dulu adalah atas kehendak Sunan Amangkurat, jadi
apapun yang terjadi harus dilaporkan ke Mataram. Kanjeng Sultan memberikan
perbekalan yang cukup untuk keberangkatan mereka. Beliau juga mengijinkan
orang-orang Bali, Madura dan Makassar yang hidup bergelandangan di Cirebon
bergabung dengan Untung Suropati. Setelah berpamitan kepada Kanjeng Sultan,
rombongan Untung dan Gusik Kusumo meninggalkan Cirebon dengan.