Cornelis Chastelein datang di Batavia pada tanggal 16 Agustus 1674. Pada
mulanya ia bekerja pada "Kamer XVII" kamar dagang VOC sebagai boek
houder. Beberapa tahun kemudian ia menikah dengan Chatarina Van
Qualberg. Dari pernikahan ini Cornelis Chastelein dikaruniai seorang
putra yang diberi nama sama dengan kakeknya Anthony Chastelein.Pada
tahun 1682, yaitu pada usia 25 tahun Cornelis Chastelein memangku
jabatan sebagai Grootwinkelier der OostIndische Compagnie. Dan pada
tahun 1691 naik jabatannya menjadi Tweede Opperkoopman des Casteels
Batavia dengan gaji 65 gulden. Pada saat yang bersamaan pada waktu itu,
Gubernur Jenderal Camphuys meletakan jabatannya dan digantikan oleh
Gubernur Jenderal Van Outhoorn (1691-1704).
1682 - Pasukan VOC dipimpin Francois
Tack dan Isaac de Saint Martin berlayar menuju Banten guna menguasai
perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli perdagangan lada di Banten.
Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang Inggris
mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos mereka yang
masih ada di Indonesia.
1683-1710 - VOC mengalami masalah
keuangan yang sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu tersebut. Di
antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia) yang mampu memberikan
keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun termasuk Ambon, Banda,
Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir Jawa. VOC banyak
mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat pemberontakan di samping pengeluaran
pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan moral, korupsi yang merajalela. VOC
juga menuntut semakin banyak kepada rakyat Jawa, yang mengakibatkan
pemberontakan yang terus berlanjut dan pengeluaran VOC bertambah tinggi
1684 - Gubernur-Jendral Speelman
meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan. Konon Speelman
memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia dan banyak melakukan
pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak pernah ada untuk pekerjaan
yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah penjualan
tekstil menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman juga banyak
melakukan penggelapan uang negara dan pada 1685 semua penunggalan Speelman
disita negara.
8 Februari 1686 - Dengan tipu muslihat Surapati
berhasil membunuh Franois Tack dalam suatu pertempuran. Tack tewas dengan dua
puluh luka di tubuhnya.1690 - Belanda berusaha membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena Surapati menguasai teknik-teknik militer Eropa dengan baik.
Abad ke-18
1702 - Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit. Administrasi VOC kacau balau
1706 - Surapati terbunuh di Bangil.
1721 - VOC mengumumkan apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-orang Tionghoa.
1722 - Perlakuan terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
·
1727 - Posisi ekonomi orang Tionghoa
makin penting di satu pihak dan sering terjadinya kejahatan oleh orang
Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang Tionghoa. Rasa tidak
senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis Belanda
yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa permusuhan
dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.
·
1727 - Pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang telah tinggal 10 sampai
12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin akan dikembalikan ke
Tiongkok.
·
1729 - Pemerintah kolonial memberikan
kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa untuk mengajukan permohonan
izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit.
·
1730 - Dikeluarkan larangan bagi orang
Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan candu dan warung
baik di dalam maupun di luar kota.
·
1736 - Pemerintah kolonial mengadakan
pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang tidak memiliki surat izin tinggal.
·
1740 - Terdapat 2.500 rumah orang
Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah orang Tionghoa di kota dan
daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini setidak-tidaknya
merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada kemungkinan
bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang lebih besar
jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa dan
Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.
·
1740 - Terjadi penangkapan terhadap
orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa
menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi penangkapan, penyiksaan, dan
perampasan hak milik Tionghoa.
·
4 Februari 1740 - Segerombolan orang
Tionghoa melakukan pemberontakan dan penyerbuan pos penjagaan untuk membebaskan
bangsanya yang ditahan.
·
Juni 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan
lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang tidak memiliki izin tinggal akan
ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini dilaksanakan dengan
sewenang-wenang.
·
September 1740 - Tersiar berita bahwa
segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar Batavia bergerak
mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan de Qual di
Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
·
7 Oktober 1740 - Pasukan bantuan yang
dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang oleh gerombolan
Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.
·
Oktober 1740 - Berdasarkan bukti yang
didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang Tionghoa sedang merencanakan
sebuah pemberontakan.
·
8 Oktober 1740 - Kompeni Belanda
mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan senjata kepada kompeni.
Jam malam diadakan.
·
9 Oktober 1740 - Dimulainya pembunuhan
terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan
ini adalah orang-orang Eropa dan para budak. Dan pada akhirnya ada sekitar
10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan orang Tionghoa dibakar selama
beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang Tionghoa memberikan uang
premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya yang rutin.
·
10 Oktober 1740 - Pertahanan kompeni
Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000 orang pemberontak Tionghoa.
·
Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang berhasil
lolos dari pembantaian di Batavia melarikan diri ke arah timur menyusur
sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di Juwana. Markas
besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam.
·
Juli 1741 - Pos VOC di Rembang dihancurkan
oleh orang-orang Tionghoa yang membantai seluruh personel VOC.
·
Juli 1741 - Prajurit raja yang berada di
Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan VOC Kapten Johannes van Velsen
dan beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yang selamat ditawari pilihan
beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang memilih pindah agama.
·
November 1741 - Pakubuwana II mengirim
pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-prajurit tersebut bersatu dengan
orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC. Pos VOC di Semarang ini
dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500 orang Tionghoa dengan 30
pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan kompeni Belanda.
·
Desember 1741-awal 1742 - VOC merebut
kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan.
·
13 Februari 1755 - VOC menandatangani
Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai Sultan
Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar