- 1909 - Sultan Utsmaniyah Abdul Hamid II digulingkan dan digantikan oleh adiknya, Mehmed V.
- 1941 - Perang Dunia II: Tentara Jerman memasuki Athena.
- 1950 - Apartheid: Di Afrika Selatan, Group Areas Act disahkan, secara resmi melegalkan pemisahan ras.
- 1951 - Pelantikan Kabinet Sukiman-Suwirjo, yang dipimpin Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo.
- 1956 - Juara tinju kelas berat Rocky Marciano, berhenti dari dunia tinju dengan rekor tidak terkalahkan.
- 1960 - Togo merdeka dari Perancis.
- 1961 - NASA meluncurkan misi Explorer 11 ke orbit Bumi untuk mempelajari sinar gamma.
- 1961 - Sierra Leone diberikan kemerdekaan oleh Britania Raya.
- 1974 - Sekitar 10.000 orang berunjuk rasa di Washington, D.C., menuntut pengunduran diri Presiden AS Richard Nixon.
- 1981 - Xerox PARC memperkenalkan mouse komputer.
- 1992 - Republik Federal Yugoslavia, yang terdiri dari Serbia dan Montenegro, memproklamirkan kemerdekaannya.
- 1992 - Rusia dan 12 negara bekas Uni Soviet menjadi anggota IMF dan Bank Dunia.
- 1994 - Kongres Nasional Afrika berjaya dalam pemilu non-rasial pertama dalam sejarah Afrika Selatan.
- 1999 - Pendirian Kota Banjarbaru, Kota Cilegon, Kota Depok, Kota Dumai, dan Kota Ternate berdasarkan UU nomor 12 tahun 1999 tentang otonomi daerah.
Rabu, 29 Mei 2013
Kota Depok, sejarah yang sama pada ulangtahunnya 27 April
Kota Depok Jawa Barat, Sejarah dan kaitanya dengan nama daerah lain di Nusantara
Nama Depok terkenal sebagai salah satu kota satelit ibukota Jakarta, tetapi entah sengaja atau tidak, di beberapa daerah ada juga nama Depok, seperti di Kabupaten Sleman Yogyakarta yang mempunyai salah satu kecamatan bernama Depok juga salah satu pantai yang terkenal di Yogyakarta yaitu Parangtritis juga sering disebut juga dengan pantai Depok, bahkan di Daerah Bantul Yogyakarta adan juga nama Bah Depok ddisebelah pabrik Gula Madukismo Yogyakarta. Nama Depok juga erat berkaitan dengan kisah sejarah Majapahit yaitu putra Kertabumi atau Brawijaya ke V, yang bernama Bondan Kejawan yang menurunkan Ki Ageng Abdullah atau Ki Ageng Getas Pendawa atau Raden Depok, seorang kyai atau guru spiritual , dari nama inilah kemungkinan istilah padepokan lahir, yaitu belajar mengaji di tempat Raden Depok, kisah ini terjadi di tahun 1500 atau semasa walisongo di pulau Jawa, karena Jawa Barat diislamkan oleh Sunan Gunungjati yang memang mengaji dan bersosialisasi di Jawatengah maka istilah "Padepokan atau mengaji di tempat Raden Depok" masih terbawa bawa hingga terjadi pengislaman tanah Sunda yang dipelopori oleh kerajaan Banten dibawah Maulana Hasanudin putra Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Jadi kalau istilah Depok ini berasal dari kata kata Padepokan maka jelas nama Depok telah ada sebelum Cornelis Chastelein datang ke Depok, namun sebetulnya kata kata De-Folk yang artinya "rakyat" juga bisa dikaitkan sebab nama awal dari Kali Sunter (yang muaranya berada di kelurahan Cilangkap Tapos Depok) sudah disebut oleh pimpinan telik sandi tentara Mataram yang tinggal di Batavia sejak tahun 1620 - 1629 yang bernama Ki Bagus Wanabaya, (putra Ki Ageng Mangir dan Roro Pembayun dari Mataram) sebagai Kaal - Stinker atau "daerah orang miskin yang berbau kentut" rupanya naluri insting intel Mataram yang cakap berbahasa Belanda ini memahami bahwa dengan sebutan yang rendah itu tidak akan menuntun intel VOC Belanda untuk mencari lokasi khusus yang menjadi markas tentara Sandi Mataram di Depok itu.
Namun keberadaan Kaal - Stinker atau Kali Sunter itu akhirnya terendus juga oleh intelejen VOC Belanda sesudah perang Banten tahun 1682 yang menemukan ternyata penduduk Tapos ini ternyata telah mempunyai komunitas dan kemampuan tempur yang sangat baik, maka pimpinan intelejen VOC menugaskan seorang tentara muda dan cerdas bernama Cornelis Chastelein yang pada tahun itu pada usia 25 tahun dengan jabatan sebagai Grootwin kelier der OostIndische Compagnie untuk menyelidiki dan memantau dan menggarap daerah selatan Batavia ini sebagai daerah penyangga kekuatan militer Batavia melawan tentara pemberontak lokal Sunda yang saat itu terganggu produksi kebunnya . Ia bersama kesatuan tempurnya bekerja keras dan menanamkan jiwa persaudaraan dalam korsa kesatuan tempurnya. Dan pada tahun 1691 ia dinaikkan jabatannya menjadi Tweede Opperkoopman des Casteels Batavia dengan gaji 65 gulden,namun ia malah diperintahkan untuk pensiun dari VOC karena diserahi tugas khusus untuk memimpin Garnizun Depok, sebuah kesatuan tentara yang mandiri dengan para prajurit lokal Nusantara . Jabatan itu didapat karena ide cerdasnya untuk membentuk kesatuan tentara khusus Kristen beranggota suku suku di Nusantara yang mandiri, keluarga pejuang yang harus bisa berbaur di masyarakat sebagai petani atau pekebun yang agamis , mereka dididik menjadi fanatik, ulet dan pemberani , saking fanatiknya mereka memanggil sang kumendan Cornelis dengan sebutan presiden,
Cornelis Chastelein menjadi komandan dan memerintah garnizunnya lengkap dengan sistem pemerintahannya dan melatih para prajurit lokal VOC ini dengan sangat baik sehingga sebagian besar anggotanya (walaupun berlainan suku dan daerah) sangat piawai berbahasa Belanda. Model dan ketaktisan kesatuan tempur Garnizun Depok ini sangat dikagumi dan mengilhami Herman Willem Deandels yang pernah bertugas menjadi Gubernur Jendral ke 36 di Batavia mencetuskan Ide Legiun Asing ( legion Estranger) dalam ketentaraan Napoleon Bonaparte pada tahun 1812, yaitu adanya prajurit dari bermacam suku dan bangsa dalam sistem keprajuritan Perancis, ide ini ditiru dan dilaksanakan oleh pemerintah Perancis hingga perang dunia ke II.
Ada 12 marga yang diberikan oleh Cornelis Chastelein sebagai simbul garnizun ini. Ke-12 marga tersebut adalah Bacas, Jonathans, Isakh, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel dan Zadokh. Pada awalnya, warga yang mendapat 12 marga ini berasal dari berbagai suku di Indonesia, seperti Jawa, Makassar, Manado, Bali dan Timor., jelas ide garnizun Depok ini berasal dari ketekunannya mempelajari budaya pertanian / perkebunan masyarakat Tapos yang keturunan tentara Mataram dan Banten. Tentara lokal garnizun Depok ini dididik Cornelis Chastelein secara keras, disiplin dan spartan, (pendidikan ketentaraan inilah yang disamarkan oleh VOC sebagai perbudakan), sehingga tentara yang dihasilkan dari garnizun Depok ini menjadi andalan VOC dimasa itu dalam menumpas pemberontakan pemberontakan yang seringkali terjadi di Nusantara. Garnizun Depok ini mempunyai simbul 12 marga atau kompi (atau disebut kumpi), Dengan adanya Kristen sebagai agama wajib anggotanya di Garnizun Depok ini, maka tentu vaktor pembelotan tentara lokal VOC saat melawan kerajaan kerajaan (yang kebanyakan Islam) Nusantara dapat diminimalisir sekecil mungkin. Oleh karena ia bertindak sebagai direktur dan komandan Garnizun, demi kecintaannya pada para prajurit setianya maka saat ia meninggal, ia meletakkan harapana dan cita-citanya pada 12 kumandan kompinya dengan mewariskan semua harta bendanya kepada mereka.
Jadi kalau istilah Depok ini berasal dari kata kata Padepokan maka jelas nama Depok telah ada sebelum Cornelis Chastelein datang ke Depok, namun sebetulnya kata kata De-Folk yang artinya "rakyat" juga bisa dikaitkan sebab nama awal dari Kali Sunter (yang muaranya berada di kelurahan Cilangkap Tapos Depok) sudah disebut oleh pimpinan telik sandi tentara Mataram yang tinggal di Batavia sejak tahun 1620 - 1629 yang bernama Ki Bagus Wanabaya, (putra Ki Ageng Mangir dan Roro Pembayun dari Mataram) sebagai Kaal - Stinker atau "daerah orang miskin yang berbau kentut" rupanya naluri insting intel Mataram yang cakap berbahasa Belanda ini memahami bahwa dengan sebutan yang rendah itu tidak akan menuntun intel VOC Belanda untuk mencari lokasi khusus yang menjadi markas tentara Sandi Mataram di Depok itu.
Namun keberadaan Kaal - Stinker atau Kali Sunter itu akhirnya terendus juga oleh intelejen VOC Belanda sesudah perang Banten tahun 1682 yang menemukan ternyata penduduk Tapos ini ternyata telah mempunyai komunitas dan kemampuan tempur yang sangat baik, maka pimpinan intelejen VOC menugaskan seorang tentara muda dan cerdas bernama Cornelis Chastelein yang pada tahun itu pada usia 25 tahun dengan jabatan sebagai Grootwin kelier der OostIndische Compagnie untuk menyelidiki dan memantau dan menggarap daerah selatan Batavia ini sebagai daerah penyangga kekuatan militer Batavia melawan tentara pemberontak lokal Sunda yang saat itu terganggu produksi kebunnya . Ia bersama kesatuan tempurnya bekerja keras dan menanamkan jiwa persaudaraan dalam korsa kesatuan tempurnya. Dan pada tahun 1691 ia dinaikkan jabatannya menjadi Tweede Opperkoopman des Casteels Batavia dengan gaji 65 gulden,namun ia malah diperintahkan untuk pensiun dari VOC karena diserahi tugas khusus untuk memimpin Garnizun Depok, sebuah kesatuan tentara yang mandiri dengan para prajurit lokal Nusantara . Jabatan itu didapat karena ide cerdasnya untuk membentuk kesatuan tentara khusus Kristen beranggota suku suku di Nusantara yang mandiri, keluarga pejuang yang harus bisa berbaur di masyarakat sebagai petani atau pekebun yang agamis , mereka dididik menjadi fanatik, ulet dan pemberani , saking fanatiknya mereka memanggil sang kumendan Cornelis dengan sebutan presiden,
Cornelis Chastelein menjadi komandan dan memerintah garnizunnya lengkap dengan sistem pemerintahannya dan melatih para prajurit lokal VOC ini dengan sangat baik sehingga sebagian besar anggotanya (walaupun berlainan suku dan daerah) sangat piawai berbahasa Belanda. Model dan ketaktisan kesatuan tempur Garnizun Depok ini sangat dikagumi dan mengilhami Herman Willem Deandels yang pernah bertugas menjadi Gubernur Jendral ke 36 di Batavia mencetuskan Ide Legiun Asing ( legion Estranger) dalam ketentaraan Napoleon Bonaparte pada tahun 1812, yaitu adanya prajurit dari bermacam suku dan bangsa dalam sistem keprajuritan Perancis, ide ini ditiru dan dilaksanakan oleh pemerintah Perancis hingga perang dunia ke II.
Ada 12 marga yang diberikan oleh Cornelis Chastelein sebagai simbul garnizun ini. Ke-12 marga tersebut adalah Bacas, Jonathans, Isakh, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholense, Soedira, Samuel dan Zadokh. Pada awalnya, warga yang mendapat 12 marga ini berasal dari berbagai suku di Indonesia, seperti Jawa, Makassar, Manado, Bali dan Timor., jelas ide garnizun Depok ini berasal dari ketekunannya mempelajari budaya pertanian / perkebunan masyarakat Tapos yang keturunan tentara Mataram dan Banten. Tentara lokal garnizun Depok ini dididik Cornelis Chastelein secara keras, disiplin dan spartan, (pendidikan ketentaraan inilah yang disamarkan oleh VOC sebagai perbudakan), sehingga tentara yang dihasilkan dari garnizun Depok ini menjadi andalan VOC dimasa itu dalam menumpas pemberontakan pemberontakan yang seringkali terjadi di Nusantara. Garnizun Depok ini mempunyai simbul 12 marga atau kompi (atau disebut kumpi), Dengan adanya Kristen sebagai agama wajib anggotanya di Garnizun Depok ini, maka tentu vaktor pembelotan tentara lokal VOC saat melawan kerajaan kerajaan (yang kebanyakan Islam) Nusantara dapat diminimalisir sekecil mungkin. Oleh karena ia bertindak sebagai direktur dan komandan Garnizun, demi kecintaannya pada para prajurit setianya maka saat ia meninggal, ia meletakkan harapana dan cita-citanya pada 12 kumandan kompinya dengan mewariskan semua harta bendanya kepada mereka.
Jejak Cornelis Chastelein dan sejarah kekejaman VOC dalam menghisap kekayaan Nusantara
Cornelis Chastelein datang di Batavia pada tanggal 16 Agustus 1674. Pada
mulanya ia bekerja pada "Kamer XVII" kamar dagang VOC sebagai boek
houder. Beberapa tahun kemudian ia menikah dengan Chatarina Van
Qualberg. Dari pernikahan ini Cornelis Chastelein dikaruniai seorang
putra yang diberi nama sama dengan kakeknya Anthony Chastelein.Pada
tahun 1682, yaitu pada usia 25 tahun Cornelis Chastelein memangku
jabatan sebagai Grootwinkelier der OostIndische Compagnie. Dan pada
tahun 1691 naik jabatannya menjadi Tweede Opperkoopman des Casteels
Batavia dengan gaji 65 gulden. Pada saat yang bersamaan pada waktu itu,
Gubernur Jenderal Camphuys meletakan jabatannya dan digantikan oleh
Gubernur Jenderal Van Outhoorn (1691-1704).
1682 - Pasukan VOC dipimpin Francois
Tack dan Isaac de Saint Martin berlayar menuju Banten guna menguasai
perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli perdagangan lada di Banten.
Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang Inggris
mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos mereka yang
masih ada di Indonesia.
1683-1710 - VOC mengalami masalah
keuangan yang sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu tersebut. Di
antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia) yang mampu memberikan
keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun termasuk Ambon, Banda,
Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir Jawa. VOC banyak
mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat pemberontakan di samping pengeluaran
pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan moral, korupsi yang merajalela. VOC
juga menuntut semakin banyak kepada rakyat Jawa, yang mengakibatkan
pemberontakan yang terus berlanjut dan pengeluaran VOC bertambah tinggi
1684 - Gubernur-Jendral Speelman
meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan. Konon Speelman
memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia dan banyak melakukan
pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak pernah ada untuk pekerjaan
yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah penjualan
tekstil menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman juga banyak
melakukan penggelapan uang negara dan pada 1685 semua penunggalan Speelman
disita negara.
8 Februari 1686 - Dengan tipu muslihat Surapati
berhasil membunuh Franois Tack dalam suatu pertempuran. Tack tewas dengan dua
puluh luka di tubuhnya.1690 - Belanda berusaha membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena Surapati menguasai teknik-teknik militer Eropa dengan baik.
Abad ke-18
1702 - Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit. Administrasi VOC kacau balau
1706 - Surapati terbunuh di Bangil.
1721 - VOC mengumumkan apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-orang Tionghoa.
1722 - Perlakuan terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
·
1727 - Posisi ekonomi orang Tionghoa
makin penting di satu pihak dan sering terjadinya kejahatan oleh orang
Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang Tionghoa. Rasa tidak
senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis Belanda
yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa permusuhan
dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.
·
1727 - Pemerintah kolonial Belanda
mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang telah tinggal 10 sampai
12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin akan dikembalikan ke
Tiongkok.
·
1729 - Pemerintah kolonial memberikan
kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa untuk mengajukan permohonan
izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit.
·
1730 - Dikeluarkan larangan bagi orang
Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan candu dan warung
baik di dalam maupun di luar kota.
·
1736 - Pemerintah kolonial mengadakan
pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang tidak memiliki surat izin tinggal.
·
1740 - Terdapat 2.500 rumah orang
Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah orang Tionghoa di kota dan
daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini setidak-tidaknya
merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada kemungkinan
bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang lebih besar
jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa dan
Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.
·
1740 - Terjadi penangkapan terhadap
orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa
menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi penangkapan, penyiksaan, dan
perampasan hak milik Tionghoa.
·
4 Februari 1740 - Segerombolan orang
Tionghoa melakukan pemberontakan dan penyerbuan pos penjagaan untuk membebaskan
bangsanya yang ditahan.
·
Juni 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan
lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang tidak memiliki izin tinggal akan
ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini dilaksanakan dengan
sewenang-wenang.
·
September 1740 - Tersiar berita bahwa
segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar Batavia bergerak
mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan de Qual di
Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
·
7 Oktober 1740 - Pasukan bantuan yang
dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang oleh gerombolan
Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.
·
Oktober 1740 - Berdasarkan bukti yang
didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang Tionghoa sedang merencanakan
sebuah pemberontakan.
·
8 Oktober 1740 - Kompeni Belanda
mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan senjata kepada kompeni.
Jam malam diadakan.
·
9 Oktober 1740 - Dimulainya pembunuhan
terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan
ini adalah orang-orang Eropa dan para budak. Dan pada akhirnya ada sekitar
10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan orang Tionghoa dibakar selama
beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang Tionghoa memberikan uang
premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya yang rutin.
·
10 Oktober 1740 - Pertahanan kompeni
Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000 orang pemberontak Tionghoa.
·
Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang berhasil
lolos dari pembantaian di Batavia melarikan diri ke arah timur menyusur
sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di Juwana. Markas
besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam.
·
Juli 1741 - Pos VOC di Rembang dihancurkan
oleh orang-orang Tionghoa yang membantai seluruh personel VOC.
·
Juli 1741 - Prajurit raja yang berada di
Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan VOC Kapten Johannes van Velsen
dan beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yang selamat ditawari pilihan
beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang memilih pindah agama.
·
November 1741 - Pakubuwana II mengirim
pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-prajurit tersebut bersatu dengan
orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC. Pos VOC di Semarang ini
dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500 orang Tionghoa dengan 30
pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan kompeni Belanda.
·
Desember 1741-awal 1742 - VOC merebut
kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan.
·
13 Februari 1755 - VOC menandatangani
Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai Sultan
Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
Raden Depok (1500 Masehi) Putra Majapahit yang berhubungan dengan Ki Aling, walisongo di Jawa Barat
Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478
M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan
Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan
Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan
Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi
Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan.
Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang
Putra yaitu :
1.Ki Ageng Wanasaba
2.Ki Ageng Getas Pendawa
3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan
1. Ki Ageng Wanasaba
Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.
Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).
Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.
2. Ki Ageng Getas Pendawa,
Yang nama aslinya adalah Kyai Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.
Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.
Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.
1.Ki Ageng Wanasaba
2.Ki Ageng Getas Pendawa
3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan
1. Ki Ageng Wanasaba
Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.
Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).
Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.
2. Ki Ageng Getas Pendawa,
Yang nama aslinya adalah Kyai Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.
Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.
Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.
Langganan:
Postingan (Atom)